Di kegelapan ruangan, cahaya berwarna warni berpendar dengan indahnya. Menerobos celah-celah yang ada, besar dan kecil, dengan letak yang tak beraturan. Sama tak beraturannya dengan bentuk geometri ruangan tersebut. Itulah Notre Dame du Haut karya seorang arsitek yang namanya pasti tak asing lagi di telinga kita, Le Corbusier.
Notre Dame du Haut adalah sebuah gereja yang berdiri kokoh di atas bukit di sebuah kota kecil bernama Ronchamp. Saya belum pernah ke Ronchamp, untuk itu saya juga belum pernah melihat secara langsung karya Corbusier ini. Namun ada satu hal yang saya tangkap saat melihat foto-foto gereja ini, yakni kesendirian.
Sebenarnya saya agak heran mengapa arsitek semacam Corbusier, seorang pencetus Arsitektur Modern, bisa membuat karya seperti Notre Dame du Haut ini. Melihat bentuknya yang plastis, gereja ini tidak memiliki karakter Arsitektur Modern yang biasanya dicirikan dengan bentuk geometris kotak yang kuat. Melihat bentuknya yang lebih mirip karya seni, gereja ini jelas tidak pula memenuhi syarat arsitektur modern yang bersifat industrialis dan bisa diproduksi massal.
Lantas, apa maksud Corbusier? Sama seperti supir bajaj, tidak ada yang tahu apa maksudnya, kecuali Corbusier sendiri, dan Tuhan tentunya. Saya yang berada di barisan penonton hanya bisa menikmati du Haut sambil menginterpretasikan sendiri apa maksud di balik rancangannya yang tidak biasa ini.
Banyak yang berpendapat bahwa Corbusier mementingkan prinsip rasional dalam merancang du Haut, sehingga karya ini menjadi pondasi dan pijakan penting arsitektur modern. Ada juga yang bilang bahwa Corbusier membuat gereja ini tanpa mementingkan prinsip kebebasan, melainkan lebih mementingkan prinsip kemurnian alam.
Namun, lain kata orang, lain pula kata saya. Hahaha. Sayangnya kacamata saya justru melihat bahwa karya ini jauh dari prinsip rasional Arsitektur Modern. Untuk itulah di awal tadi saya mengatakan gereja ini lebih mirip sebuah karya seni ketimbang produk teknologi dari Arsitektur Modern.
Saya juga berpendapat bahwa Corbusier justru sangat bebas dan lepas saat merancang du Haut. Ia justru menjadi sangat individualis dan tidak lagi terbelenggu dengan label yang sudah terlanjur membelenggu dirinya. Ia juga tidak lagi memikirkan keselerasan bangunan ini dengan sekitarnya. Sehingga bangunan ini tampil sendirian dengan segala keunikannya di antara rumah-rumah penduduk di Ronchamp. Tidak heran jika hingga kini, Notre Dame du Haut menjadi ikon bagi kota Ronchamp.
Saya juga cenderung menghubungkan karakter bebas dan individualistis yang sangat terasa pada du Haut ini dengan fungsinya sebagai rumah ibadah. Di mana menurut saya (dan mungkin menurut Corbusier) hubungan seseorang dengan Tuhannya itu sangat personal, hingga tak ada pengaruh-pengaruh luar lain yang bisa mengganggu itu. Untuk itulah Corbusier pun melepaskan atributnya sebagai bapak Arsitek Modern, dan memilih bersikap bebas dan individual pada karya ini.
Lantas saya semakin yakin dengan pendapat saya saat suatu hari saya mengetahui bahwa ia pernah mengatakan ini selama proses merancang Notre Dame du Haut,
Lima tahun terasing di bukit, saya tidak dapat menjelaskan arti sebuah pekerjaan dalam kehidupan saya. Pekerjaan mungkin sekedar suka atau tidak suka, mengerti atau tidak mengerti. Apa bedanya itu bagi saya?
🙂
Tinggalkan komentar